• SMK NEGERI 1 GIRISUBO
  • Semsabo Gempita

Dari Pelosok Tenggara Gunungkidul, Fiki Aldiansyah Menyala di Tingkat Nasional

Oleh: Taufiq Dwi Tresnanto, S.Pd.Si., M.Pd.

Perjuangannya yang keras akhirnya mempertemukan Fiki Aldiansyah dengan nasib baik. Anak dari pelosok Gunungkidul ini menjuarai Lomba Kompetensi Siswa (LKS) tingkat Daerah Istimewa Yogyakarta dalam bidang Cookery. Hadiahnya? Di mata Fiki, yang hidup sederhana di Kalurahan Pucung, itu adalah rezeki luar biasa: tiga juta rupiah. Dana ini bukan sekadar hadiah; ia adalah simbol dari kerja keras, ketekunan, dan pengorbanan seorang remaja yang berjuang melawan segala keterbatasan untuk meraih impian.

Fiki, lahir di Gunungkidul pada 29 Maret 2007, adalah anak pertama dari keluarga sederhana. Ayahnya, Sutadi, bekerja sebagai buruh harian lepas, sementara ibunya, Siwi Purwanti, adalah ibu rumah tangga. Kehidupan keluarga yang serba pas-pasan tidak memudarkan semangat Fiki untuk mengukir prestasi. Sejak kecil, ia sudah memiliki kecintaan besar pada dunia kuliner, hobi yang kemudian ia teguhkan dengan memilih jurusan kuliner di SMKN 1 Girisubo. Meskipun pada awalnya pilihan ini sering dipandang aneh oleh masyarakat sekitar yang masih menganggap memasak sebagai bidang perempuan, Fiki tidak menyerah.

Di sekolah, perjalanan Fiki tidak mudah. Peralatan masak yang terbatas bila dibandingkan dengan hotel, restoran dan industri kuliner lainnya menjadi tantangan sehari-harinya. Namun, semangatnya tidak pernah goyah berkat dukungan penuh dari guru-gurunya yang telaten dan sabar membimbingnya. Dorongan dari mereka menjadi sumber kekuatan bagi Fiki untuk terus melangkah maju. Dukungan ini pula yang membawa Fiki terpilih menjadi duta sekolah untuk maju dalam ajang LKS bidang Cookery tahun 2024. Saat itu, ia duduk di Kelas 11 semester kedua.

Menghadapi nama-nama besar dari SMK dengan reputasi tinggi seperti SMKN 6 Yogyakarta dan SMKN 3 Wonosari, Fiki tampil memukau dan meraih gelar juara. Momen kemenangan ini terjadi tepat di akhir masa praktik kerja lapangan (PKL) periode pertamanya di Kalya Hotel Yogyakarta, hotel bintang tiga tempat ia belajar lebih mendalam tentang dunia restoran. Meski tantangan hidupnya besar, ia tetap bertahan, berani tinggal jauh dari keluarga, bahkan hidup pas-pasan untuk bisa PKL di Yogyakarta. Baginya, kesempatan ini adalah batu loncatan untuk meraih pengalaman di dapur profesional, meski harus mengorbankan kenyamanan dan keterbatasan ekonomi keluarganya.

Dengan hadiah tiga juta rupiah dari LKS, Fiki memimpikan PKL periode kedua di hotel bintang lima. Namun, ia dihadapkan pada ujian lain: harus mengikuti tes yang ketat, dan salah satunya adalah menjalani General Medical Check-Up (GCU) yang ternyata menelan biaya tinggi. Beruntung, sebelumnya ia mendapat hadiah 3 juta dari juara LKS.

Namun apa boleh dikata. Dengan berat hati, Fiki merelakan mimpinya, karena hasil pemeriksaan menyatakan kesehatannya tidak memenuhi syarat, walaupun sebenarnya ia sudah menjalani terapi beberapa kali agar kesehatannya memenuhi syarat. Alih-alih menyerah, ia tetap bersyukur dan siap PKL di hotel bintang empat. Baginya, ini bukan akhir, tetapi kesempatan untuk belajar lebih banyak dan menjadi lebih tangguh.

Perjuangan Fiki tidak berhenti di situ. Saat PKL periode kedua, ia harus kembali izin beberapa hari dari tempat PKLnya di Swiss-bell Boutique Yogyakarta untuk mengikuti Seleksi Daerah tahun 2024 sebagai calon kompetitor The 14th World Skills ASEAN Competition 2025 di bidang Cooking. Seleksi daerah tersebut dilaksanakan di Solo. Ia bersaing ketat dengan para mahasiswa politeknik dan mahasiswa akademi kuliner. Bayangkan, anak SMK kelas 12 harus bertarung dengan mahasiswa diploma. Nyatanya, perjuangannya membuahkan hasil. Ia meraih peringkat ke-4, yang mengantarkannya menuju Seleksi Nasional di Medan.

Seminggu yang lalu, setelah selesai PKL periode kedua, ia bertolak ke Medan, mengerahkan segenap kemampuan dan semangat. Memang ia tidak mendapat juara 1, 2, ataupun 3. Namun Fiki masih punya harapan untuk menduduki peringkat 4 sampai 10. Sampai tulisan ini dibuat, pihak panitia belum mengumumkan peringkat 4 sampai dengan 10 tersebut. Walaupun belum meraih peringkat 3 besar, pencapaian Fiki yang bisa berlaga di tingkat nasional ini adalah hasil yang luar biasa bagi anak desa dari pelosok tenggara Gunungkidul tersebut.

Kisah Fiki Aldiansyah adalah bukti bahwa keterbatasan ekonomi bukanlah penghalang untuk meraih prestasi. Dengan kerja keras, dukungan dari orang-orang terdekat, dan semangat pantang menyerah, Fiki berhasil menorehkan nama di kancah kuliner nasional. Bagi Fiki, juara bukan hanya soal kemenangan, melainkan wujud nyata dari mimpi yang dijalani dengan sepenuh hati dan pengorbanan. []

Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
Hari Batik Nasional

Setiap tanggal 2 Oktober, Indonesia merayakan Hari Batik Nasional. Peringatan ini bukan hanya sekadar perayaan mode, tetapi juga sebuah penghormatan terhadap warisan budaya bangsa yang

02/10/2024 06:17 - Oleh Rinto Wibowo, S.Pd - Dilihat 231 kali